Kamis, 30 Desember 2010

pendidikan di Indonesia

Membicarakan hal yang satu ini mungkin tidak akan habis-habisnya. Ya, dengan keadaan yang ada sekarang ini, ditandai dengan demo di sejumlah tempat yang pada dasarnya menuntut pendidikan murah. Tapi saya tidak ingin menulis tentang demo tersebut. Saya hanya ingin menceritakan beberapa keluhan handai taulan (bahkan sampai berdebat kusir hehehe) tentang pendidikan ini.

Salah satu teman saya, agak berang, bilang “Masak sudah sudah ada BOS, kita masih harus bayar Rp. 15.000 per bulan? Di SD lainnya kok enggak bayar lagi.”. Kebetulan memang anaknya berada di SD Negeri 2, dimana ada 3 SDN dalam satu lingkungan sekolah.
Saya coba jadi counter-nya, “Mungkin di SDnya banyak ekstra kurikuler. Sudah cek atau belum? Ada komputer atau enggak?”.
Dia langsung menyanggah, “Ah enggak ada kayak gituan. sama aja!”
Akhirnya lama berdebat, bahkan ditambah satu orang lagi. Cuma jadi kemana-mana buntutnya. Menuduh KepSek korupsi, Guru korupsi, Masya Allah. Setelah lama berdebat, disimpulkan bahwa sebagian dana anggaran orang tua tadi digunakan untuk perbaikan WC, prasarana gedung, tiang bendera, biaya mencat pagar dan lain-lain.
Akhirnya, saya merasa menyadari ada ketidak-adilan disini. Kalau sudah tidak adil, pasti melanggar Pancasila, “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Kita bisa bandingkan SD Negeri di tengah kota dengan SD Negeri di kampung. Terasa sekali ketimpangan sosial antara kedua SD tersebut. Berita hari ini, ada satu SDN yang roboh.
Menurut ‘mata-adil’ saya, seharusnyalah setiap Sekolah Negeri di negeri ini mempunyai prasarana yang sama, baik dipedalaman Papua sana, atau yang berada di pusat kota Jakarta. Tidak boleh dibedakan. Karena ini Sekolah Negeri (atau Sekolah miliknya negara), maka tidak boleh juga menerima sumbangan dari pihak lain. Mutlak harus dibiayai negara.
Perbedaan Uang Pangkal juga menjadi pertanyaan. Kok, sama sama sekolah negeri uang pangkal berbeda? Tiap sekolah pasti punya jawaban (atau alasan) mengapa mereka menarik uang pangkal sedemikian besar. Uang sejenis inipun harus ditiadakan untuk sekolah Negeri. Alasannya sama dengan di atas, tidak boleh ada perbedaan antar sekolah negeri.
Tentu lain halnya dengan sekolah swasta, yang sah-sah saja menerima sumbangan dari pihak manapun.
Saya tidak tahu keadaan makro dari Anggaran Belanja Negara untuk pendidikan yang konon terlalu kecil. Saya juga tidak mengetahui kondisi dana subsidi Minyak (yang jadi BOS).
“Kaca mata” saya mungkin perlu diperbaiki, untuk menentukan apakah cukup adil kondisi di atas. Apakah benar pendapat saya, bahwa setiap Sekolah Negeri harus memiliki prasarana yang sama? Saya sendiri masih belum yakin.

5 cara menjadi guru kreativ

Dalam artikel ini akan saya tuliskan, kondisi apa saja yang membuat guru bisa menjadi kreatif bahkan tanpa harus menggunakan metode pembelajaran yang terbaru. Sumber saya dapatkan dari www.edutopia.com
Guru menciptakan susasana kelas yang aman dan nyaman secara emosional dan intelektual
Terkadang siswa punya banyak pertanyaan dibenaknya, tetapi ada semacam perasaan malu dan takut, dikira bodoh jika melontarkan pertanyaan. Sebagai guru, kerja keras kita salah satunya adalam menciptakan kelas yang memberik keamanan secara emosional bagi siswa. Memang agar menjadi siswa yang percaya diri mereka perlu mengambil resiko, tetapi di lingkungan yang tidak mendukung kenyamanan secara emosional, siswa akan berpikir 1000 kali untuk mau bertanya dan berpendapat.
Anda juga bisa membuat peraturan kelas yang isinya antara lain ‘Tidak boleh merendahkan atau meremehkan pendapat orang lain’ Jangan lupa anda juga memberi contoh dahulu kepada siswa untuk mengucapkan terima kasih dan menhargai untuk setiap pertanyaan, atau pendapat dari siswa anda. Jika ini terjadi dikelas anda dijamin kelas akan berubah menjadi kelas yang setiap individu didalamnya salaing mendukung dan mudah untuk berkolaborasi dalam berpengetahuan.
Tidak hanya sampai disitu saja, kelas yang membuat guru menjadi guru kreatif semestinya juga aman secara intelektual. Siswa bisa mandiri dan mengerti dimana letak alat tulis, dikarenakan semua hal dikelas sudah disiapkan dengan rapih dan terorganisir. Siswa tahu apa yang harus dikerjakan dikarenakan intruksi penugasan yang jelas oleh guru. Tidak hanya jelas tetapi juga menantang dengan demikian siswa bisa mengekpresikan kemampuannya dalam mengerjakan tugas yang guru berikan.
Guru mengukur dengan hati, seberapa besar keterlibatan (engagement) siswa dalam tugas yang ia berikan.
Saya jadi ingat sebuah pertanyaan yang bersifat reflektif mengenai cara kita mengajar dan membelajarkan siswa. Pertanyaan nya begini “Jika saya adalah murid saya sekarang, seberapa senang saya diajar oleh guru seperti saya? “
Seorang guru yang ahli mampu menciptakan suasana kelas yang aktif dalam pembelajaran di kelas yang diajarnya dalam presentasi keterlibatan yang penuh alias 100 persen. Artinya, misalkan seorang guru mengajar selama 40 menit, maka selama 40 menit itu pulalah, siswa belajar dengan aktif dan terlibat penuh dalam pembelajaran.
Tentu tidak dalam semalam semua guru bisa 100 persen menciptakan kelas yang aktif. Namun membutuhkan latihan dan  latihan. Tetapi jalan kesana akan lebih cepat apabila kita mau jujur bertanya pada diri sendiri “Seberapa besar siswa aktif atau terlibat penuh dalam pembelajaran yang saya lakukan?”.
5 menit terakhir yang menentukan
Jadikan 5 menit terakhir pembelajaran anda untuk merangkum, berbagi atau berefleksi mengenai hal yang siswa sudah lakukan selama pembelajaran.
Bagilah menjadi dua pertanyaan besar, misalnya bagian mana yang paling berat dilakukan dan susah dimengerti. Pertanyaan selanjutnya, pengetahuan baru apa yang kamu dapatkan hari ini? Dengan demikian membuat siswa berdialog dengan dirinya sendiri mengenai proses belajar yang telah dilakukannya.
Guru menciptakan budaya menjelaskan, bukan budaya asal menjawab dengan betul.
Ciri-ciri sebuah pertanyaan yang baik adalah pertanyaannya hanya satu tetapi mempunyai jawaban yang banyak. Bandingkan dengan jenis pertanyaan yang hanya mempunyai satu jawaban. Hal yang terjadi siswa akan berlomba menjawab dengan benar dengan segala cara. Termasuk mencontek misalnya.
Sebagai guru budayakan pola perdebatan atau percakapan akademis di kelas kita. Saat mendengarkan rekan mereka berbicara dan berargumen, mereka akan belajar memilih dan membandingkan pendekatan atau cara yang orang lain lakukan untuk menjawab sebuah masalah yang guru berikan.
Sebagai guru saat memberikan soal berikanlah siswa beberapa peluang kemungkinandalam menjawab sebuah soal. Misalnya soal yang bapak berikan ini punya tiga alternative, bisa kah kamu menemukan ketiga-tiganya?
Guru mengajarkan kesadaran siswa dalam memandang sebuah pengetahuan.
Saat membelajarkan siswa, dikarenakan keterbatasan kita, terkedang kita sudah membuat mereka menebak atau mengarang-ngarang sebuah jawaban demi mendapatkan hasil yang benar. Hal ini siswa lakukan secara sadar atau tidak sadar. Untuk itu mari kita letakkan gambar dibawah ini disamping soal yang kita berikan kepada siswa di kertas soal.
Dengan demikian sebagai guru kita menjadi tahu saat siswa menjawab soal dengan salah tapi dengan keyakinan (for sure) atau menjawab soal dengan benar tapi dengan tidak yakin (confused)

Jumat, 24 September 2010

pembelajaran


Pembelajaran dalam dunia pendidikan

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik

Teori pembelajaran

Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengondisian klasik, pengondisian operant, dan pembelajaran sosial.

Pengondisian operant

Pengondisian operant adalah jenis pengondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman.[1] Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku.[1] Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi.[1]
Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengondisian operant[4]. Skinner mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut

Pembelajaran sosial

Pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung.[5] Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengondisian operant -teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi- teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran

Metode pembentukan perilaku

Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku.[1] Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan.[1] Terdapat empat cara pembentukan perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.

Kamis, 23 September 2010

lihatlah mereka yg ingin sekolah


mereka yg tidak mampu bersekolah belajar dengan semangat masa' kita yg berkecukupan kalah semangat dengan mereka

makalah pendidikan

Inovasi pendidikan dan model pembelajaran di Indonesia
a. Top Down Inovation
Inovasi model Top Down ini sengaja diciptakan oleh atasan (pemerintah) sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik
untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak
pelaksanaannya.
Contoh adalah yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Seperti
penerapan kurikulum, kebijakan desentralisasi pendidikan dan lain-lain.
b. bottom up Inovation
Yaitu model ionovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Biasanya dilakukan oleh para guru.
c. Desentralisasi dan Demokratisasi pendidikan.
Perjalanan pendidikan nasional yang panjang mencapai suatu masa yang demokratis kalau tidak dapat disebut liberal-ketika pada saat ini otonomisasi pendidikan melalui berbagai instrument kebijakan, mulai UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, privatisasi perguruan tinggi negeri-dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampai UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah. Dalam konteks ini pula, pendidikan berusaha dikembalikan untuk melahirkan insan-insan akademis dan intelektual yang diharapkan dapat membangun bangsa secara demokratis, bukan menghancurkan bangsa dengan budaya-budaya korupsi kolusi dan nepotisme, dimana peran pendidikan (agama, moral dan kenegaraan) yang didapat dibangku sekolah dengan tidak semestinya.
Jika kita merujuk pada undang-undang Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah maka Desentralisasi pendidikan bisa diartikan sebagai pemberian kewenangan untuk mengatur pendidikan di daerah.
Ada dua konsep
desentralisasi pendidikan.
Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
d. KTSP
KTSP yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum yang bersifat operasional dan dilaksanakan dimasing-masing tingkat satuan pendidikan. Landasan hukum kurikulum ini yaitu Undang-undang Sikdiknas No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun oleh masing-masing sekolah dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Penyerahan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tiap sekolah dengan mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan bertujuan agar kurikulum tersebut dapat disesuaikan dengan karakter dan tingkat kemampuan sekolah masing-masing.
Pedoman penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik mengacu pada SKL yang meliputi kompetensi untuk kelompok mata pelajaran atau kompetensi untuk seluruh mata pelajaran yang dinilai berdasarkan kualifikasi kemampuan mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Standar isi merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
e. Quantum learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang
dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses
yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan
teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun,
Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk
membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan
perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari
upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang
disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti
mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau
negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di
dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih
jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil
dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka mengasumsikan kekuatan energi sebagai
bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2,
mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah
materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi,
hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum
learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar
f. Contextual Teaching and Learning /CTL
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan
sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual
g. cooperative learning
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative
Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang
termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu
saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian
bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
f. Active learning
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan
penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat
mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka
miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk
menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
g. PAKEMadalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam
membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah
guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan
hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi
yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-
mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya
waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah
cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus
dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan
menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti
bermain biasa.
4. Kendala-kendala Dalam Inovasi Pendidikan
Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan
a. konflik dan motivasi yang kurang sehat
b. lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya
inovasi yang dihasilkan
c. keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
d. penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
e. kurang adanya hubungan sosial dan publikasi (Subandiyah 1992:81).
5. Penolakan (Resistance)
Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh
para
pelaksanaan inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan
pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap
oleh guru. atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang
tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah
mereka.
2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang,
karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan
tidak ingin diubah. Disamping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka
memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka.
Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankan
sistem yang ada.
3. Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya
Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru
dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa
"mismatch between teacher's intention and practice is important barrier to the success
of the innovatory program".
4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan
kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta
inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial
dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru
hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat
dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.
5. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi pendidikan
Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas,
faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan
adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan,
1. Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak
yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan
kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar
di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa
siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.
Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain
adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai
dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan
siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam
proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan
tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan
guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru
mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan
dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan
suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin
mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini
seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang
tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan,
tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan
kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru
mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai
teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright
1987)
2. Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar
mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses
belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan
komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa
terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,
walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada
perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan,
sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang
harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi
pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya,
karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran
pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena
itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan
penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak
saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga
mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3. Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi
program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu
kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan
inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan
unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan
tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh
karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya
sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti
dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari
kedua-duanya akan berjalan searah.
4. Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa
diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar
mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan
hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan.
Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama
fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam
mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika
dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu
diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan
sebagainya.
5. Lingkup Sosial Masyarakat.
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara
langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak,
baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan.
Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun
tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan
dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik
terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa
melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan
terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau
dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan
sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam
melaksanakan inovasi pendidikan

definisi pendidikan

F. Definisi menurut ilmu psikologi
Definisi psikologi : “Mencakup segala bentuk aktivitas yang akan
memudahkan dalam kehidupan bermasyarakat” dengan hasil : “Mencakup segala perubahan yang terjadi sebagai konsekuensi atau akibat dari partisipasi individu dalam kegiatan belajar.
E.Menurut para ahli pendidikan
1.Menurut para ahli, definisi pendidikan adalah "Berbagai upaya dan usaha
yang dilakukan orang dewasa untuk mendidik nalar peserta didik dan
mengatur moral mereka" (Warta Politeknik Negeri Jakarta, April 2007)
2.Langefeld : Mendidik adalah membimbing anak dalam mencapai
kedewasaan
3.Heageveld : Mendidik adalah membantu anak dalam mencapai
kedewasaan
4.Bojonegoro : Mendidik adalah memeri tuntunan kepada manusia yang
belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai tercapai
kedewasaan
5.Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya.
6.Rosseau : Mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada
masa anak-anak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa.
7.Darmaningtyas mengatakan tentang difinisi pendidikan yaitu pendidikan
sebagai usaha dasar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup dan
kemajuan yang ledih baik.
8.Paulo Freire ia mengatakan, pendidikan merupakan jalan menuju
pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, damana melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
9.John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
10.H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
11.Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan
yang diarahkan untuk merubah tabiat
A.Definisi awam
Definisi awam : “Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan
dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga
negara yang baik”.
“Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi
seseorang”.
B. Menurut Kamus dan ensiklopedi
1.Kamus Besar Bahasa Indonesia : "pendidikann proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik;"
2.Ensiklopedi Wikipedia: Education is a social science that encompasses
teaching and learning specific knowledge, beliefs, and skills. The word education is derived from the Latin educare meaning "to raise", "to bring up", "to train", "to rear", via "educatio/nis", bringing up, raising.
C. Menurut Undang-Undang
1.UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang";
2.UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat
D.Menurut bahasa (etimologi)
1.Bahasa Yunani : berasal dari kataPedagog i, yaitu dari kata “paid” artinya
anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilahpedag ogi
dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science
of teaching children).
2.Bahasa Romawi : berasal dari kataeducare, yaitu mengeluarkan dan
menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu
dilahirkan di dunia.
3.Bangsa Jerman : berasal dari kataErziehung yang setara denganeducare,
yaitu : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan
kekuatan/potensi anak.
4.Bahasa Jawa : berasal dari katapanggu lawentah (pengolahan), mengolah,
mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak,
mengubah kepribadian sang anak.

artikel pendidikan


Pendidikan Yang Bermutu adalah:
Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan
Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" (seimbang,
dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi), yang Diimplementasikan secara
PAKEM (Pembelajaran Kontekstual). ("Mampu" termasuk Kreatif)
Kami di Pendidikan.Network sudah terus mendukung perkembangan teknologi di
DepDikNas maupun disek ol ah sejak tahun 1998. Tetapi kami juga wajib untuk memonitor
perkembangan teknologi dari sisi keuntungan dan kemajuan mutu pendidikan secara rialistik dan
holistik, kalau tidak, kita dapat lebih mundur dan hanya menghabiskan banyak dana
pendidikan yang sedang kurang. Apakah pembelajaran teknologi di sekolah adalah penting?
Tanggung jawab sekolah yang besar dalam memasuki era globalisasi adalah mempersiapkan
siswa-siswi untuk menghadapi tantangan-tantangan yang sangat cepat perubahannya. Salah satu
dari tantangan yang dihadapi oleh para siswa adalah menjadi pekerja yang bermutu.
Kemampuan berbicara dalam bahasa asing, kemahiran komputer dan Internet, dan
kemampuan menggunakan program-program seperti Microsoft merupakan tiga kriteria
utama yang pada umumnya diajukan sebagai syarat untuk memasuki lapangan kerja di
Indonesia
(dan di seluruh dunia).
Mengingat hanya sekitar 30% dari lulusanSMA di seluruh
wilayah Nusantara ini yang melanjutkan ke tingkat perguruan
tinggi formal, dan dengan adanya komputer yang telah merambah
di segala bidang kehidupan manusia, maka dibutuhkan suatu
tanggung jawab yang besar terhadap system pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa dan kemahiran komputer
bagi para siswa kita.
Pembelajaran teknologi adalah sangat
penting dan semua sekolah adalah wajib untuk mengajar
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK).
Walapun kita sangat mendukung pembelajaran teknologi, kita juga harus menjaga bahwa
"teknologi pembelajaran", yang hanya sebagai beberapa medium untuk menyampaikan pendidikan dan belum tentu meningkatkan mutu pendidikannya, tidak menjadi fokusnya mamajemen pendidikan sampai merugikan aspek-aspek lain yang betul dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
Misalnya,JarDikN as. Salah satu tujuan utama adalah meningkatkan mutu pendidikan lewat
informasi yang lebih lengkap. Tetapi kelihatannya informasi mengenai masalah-masalah di
lapangan sudah banyak sekali. Termasuk informasi mengenai keadaan di banyak sekolah yang
ambruk dan mengancam keamanan anak-anak kita.Kapan masalah-masalah begini akan
diatasi